Home Artikel Kesiapan Biodiesel B20 di Pelayaran Nasional, Belajar dari PELNI dan ASDP

Kesiapan Biodiesel B20 di Pelayaran Nasional, Belajar dari PELNI dan ASDP

3981
6
SHARE

JMOL. Sejak 1 September 2018, pemerintah memperluas kebijakan Biodiesel 20 dimana mandatory penggunaan Biodiesel 20 tidak hanya untuk penggunaan public service obligation (PSO) namun diperluas ke non PSO yang meliputi alat berat, industri, dan pelayaran.

Biodiesel alias Fatty4y Acid Methyl Ester (FAME) adalah bahan bakar yang diproduksi dari minyak nabati atau lemak hewan, melalui proses kimia yang disebut transesterfication. Biodiesel dapat digunakan pada semua mesin diesel dengan persentase 0-100%, melalui sedikit atau tanpa modifikasi terhadap mesin. Istilah B20 berarti bahan bakar yang merupakan campuran 20 persen FAME dan 80 persen HSD.

Dengan demikian, kapal-kapal Indonesia yang selama ini menggunakan BBM jenis HSD diharapkan beralih menggunakan B20. Bagi pemerintah, kebijakan ini akan menghemat devisa karena berkurangnya volume impor HSD, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan berkelanjutan karena bersumber dari kelapa sawit yang melimpah di Indonesia.

Kesiapan B20 Marine

Kesiapan penggunaan B20 di dunia maritim dibahas dalam sebuah FGD yang digelar alumni SISKAL ITS pada 24 Oktober di Jakarta. Berikut kompilasinya.

Dirkapel (Direktorat Perkapalan dan Kepelautan) Hubla menyampaikan masih terdapat beberapa masalah pada implementasi B20 terhadap operasional dan teknis permesinan kapal, antara lain: perawatan, kinerja mesin, jaminan dari engine maker dan asuransi, jaminan ketersediaan biodiesel itu sendiri.

Problem di atas senada dengan yang disampaikan pihak INSA (Asosiasi Pemilik Kapal Nasional) dalam suratnya kepada pemerintah yang memohon penundaan penerapan B20 pada kapal-kapal bangunan lama, karena belum adanya jaminan dari pihak engine maker jika terjadi kerusakan mesin akibat penggunaan B20. Masih perlu dilakukan penyesuaian pada beberapa komponen sistem permesinan dan bahan bakar, yang membutuhkan waktu dan tambahan investasi.

Namun demikian, INSA mendukung kewajiban penerapan B20 pada kapal-kapal bangunan baru, karena engine maker mampu menyiapkan sistem permesinan yang sesuai dengan katakter B20.

BACA: INSA Minta Penundaan Bio Diesel di Pelayaran

Pengalaman PELNI dan ASDP

PT PELNI (Persero), BUMN pelayaran yang juga anggota INSA adalah penerima PSO, yang sudah diwajibkan menggunakan B20 sejak tahun 2016. Dalam paparannya, PELNI menyampaikan temuan penggunaan B20 pada armada kapalnya.

Menurut PELNI, dampak penggunaan B20 pada kapal penumpang tidak terlalu signifikan karena sistem bahan bakarnya telah menggunakan fuel oil separator. Namun, terjadi kenaikan konsumsi bahan bakar sebesar 1% – 3% karena nilai bakar B20 yang lebih rendah dibanding HSD.

Penggunaan B20 pada beberapa kapal perintis yang dioperasikan PELNI menghasilkan beberapa temuan, yaitu: Kadar air tinggi; Seal-seal rusak; Lebih sering melakukan penggantian filter bahan bakar; sering terjadi penyumbatan pada injector bahan bakar; Nilai kalor lebih rendah dari HSD sehingga konsumsi B20 menjadi lebih banyak untuk jarak yang sama.

PELNI menyarankan untuk mengikuti semua rekomendasi perawatan dari engine maker, dan melakukan engine condition monitoring untuk mendeteksi efek yang timbul akibat penggunaan B20.

Beberapa pelajaran penting dari kesuksesan B20 di atas, disampaikan PT Trakindo Utama, yang merupakan perwakilan engine maker merk Caterpillar.

Trakindo menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemilik/operator kapal, yaitu: quality control of the fuel; filter plungging and cloud point manegement; materials compatibility; Tank/Storage management; dan Management of oil drain interval. Menurut pihak Trakindo, selama hal di atas dilakukan dengan benar, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai hilangnya warranty dari engine maker.

Pengalaman ASDP kurang lebih sama dengan PELNI. ASDP melakukan banyak pekerjaan pembersihan tanki pada 3 bulan pertama penerapan B20 di armada kapal Ferry-Roronya. Untuk selanjutnya, armada kapal ASDP beroperasi secara aman, emisi gas buang lebih bersih, namun terjadi penurunan tenaga hingga 3 persen.

Secara umum, menurut Dirkapel Hubla, penerapan B20 secara bertahap sejak 2016 pada kapal-kapal milik negara yang menerima PSO, termasuk kapal negara (yang menjalankan fungsi pemerintahan), berjalan sukses dan lancar. Walau demikian, rekomendasi INSA agar dilakukan riset, pengujian, dan standarisasi terhadap B20 di industri pelayaran (marine used), perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. [AF]

6 COMMENTS

  1. WINSKETEL adalah pembangkit tenaga panas dengan menggunakan oli sebagai media pemanas ( Thermal Oil) . Taland Thermal Oil dapat dioperasikan hingga temperatur 300 oC dengan tekanan kurang dari 5 Bar. Taland Thermal Oil dirancang dengan multi tubular concentric coil, vertical dan horizontal execution. Multi tubular coils menjadikan perpindahan panas dalam coils sangat seimbang dan sempurna, sehingga lebih menjamin dari risiko pembakaran filming oil yang bisa menimbulkan kerak.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.