JMOL. Selama seminggu terakhir ini, rombongan dari Dinas Perhubungan Jawa Timur berada di Propinsi Maluku Utara dalam rangka studi banding tentang konektivitas antar pulau kecil. Maluku Utara (Malut) adalah salah satu propinsi kepulauan dan terdepan Indonesia. Terdiri atas 1474 pulau, terbanyak ketiga setelah propinsi Kepri dan Maluku.
Gatot Soebroto, kepala seksi LLASDP Dishub Jatim yang memimpin rombongan, menyebutkan bahwa Studi banding dipimpin ini erat kaitannya dengan upaya pihaknya membangun dan mempercepat konektivitas di lima gugus kepulauan yang ada di propinsi Jawa Timur.
Dermaga Ala “Terminal Bus”
Pemda Malut sangat baik koordinasinya antara stakeholder pelayaran yang ada, sehingga menunjang seluruh kegiatan mereka di lapangan. Seluruh pelabuhan berkembang dengan sangat baik dan beroperasi lancar. Baik itu pelabuhan rakyat, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan kapal penumpang, maupun pelabuhan semut.
Strategi pelabuhan yang diterapkan Malut sangat menarik, yaitu meniru konsep terminal bus. Pelabuhan tidak perlu dibangun besar dan megah tetapi disesuaikan dengan kebutuhan kapal dan penumpang. Pengaturan tata letaknya mirip terminal bus, yaitu membagi area kolam sandar dan dermaga atas keberangkatan, kedatangan dan trayek layar.
Cara ini menghemat tempat karena satu dermaga dapat melayani banyak trayek, dan meminimalkan antrian kapal sandar dan antrian penumpang. Digunakan teknologi dermaga apung untuk mengatasi pasang surut air laut sehingga dapat beroperasi sepanjang waktu.
Gatot Soebroto dan rombongan sangat terkesan dengan konsep di atas, dan akan mencoba menerapkannya pada pelabuhan-pelabuhan UPT Penyeberangan dan UPT PPR yang dimiliki oleh Dishub Jatim.
Konektivitas Kangean
Dihubungi secara terpisah pagi hari ini (27/10), Kepala Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Muhammadiyah Gresik, Ali Yusa ST.,MT. mengatakan bahwa Jatim memerlukan pengaturan yang efektif bagi pelayaran antar pulau-pulau kecil di wilayahnya. Terutama gugus kepulauan Kangean dan Patapan yang secara topologi mirip dengan pulau Halmahera di Malut.
Terhadap gugus kepulauam Kangean, menurut Ali Yusa ada tiga langkah yang perlu dilakukan Pemda Jatim, yaitu: pertama; Merancang model pelabuhan dan sarana armada/kapal yang tepat serta menjadikannya sebagai percontohan bagi pelaku pelayaran rakyat yang selama ini masih menggunakan kapal jenis Jukung.
Yang kedua; Menata ulang posisi pusat pemerintahan tingkat Kecamatan dan Desa, sehingga dapat mengatasi sebaran masyarakat dan kegiatan di gugus kepulauan Kangean. Terakhir; Membuka jalur transportasi udara sebagai pelengkap moda transportasi orang, yang menghubungkan gugus kepulauan kangean dengan pulau Jawa.
Ali Yusa yang juga anggota Tm Pembangunan Kelautan Jatim ini berharap ketiga langkah di atas dapat dilakukan dalam 100 hari pertama Gubernur baru Jatim. Sehingga, Kangean tidak lagi menjadi terluar, namun yang terdepan di Jawa Timur. [AS]