JMOL. Usai divonis terbukti bersalah cemari perairan Natuna Utara, pemilik dan nakhoda MT ARMAN 114 kini hadapi gugatan ganti rugi dari kelompok nelayan Batam. Perkara perdata gugatan Perwakilan Kelompok (class action) tersebut diajukan oleh 8 orang nelayan yang mewakili 162 nelayan di Batam.
Menurut David Pella, Kuasa Hukum para penggugat, perkara sudah didaftarkan di PN Batam dengan nomor perkara 91/Pdt.G/2024/PN Btm. Jadwal sidang perdana pada 21 Agustus 2024 dengan agenda Pembuktian. David mengatakan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah alat bukti dan 5 orang saksi ahli.
“Bukti utama adalah hasil putusan sidang PN Batam yang sudah inkrah pada 17 Juli 2024”, katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Batam pada 10 Juli 2024 menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp5 miliar kepada Mahmoud Mohamed Abdelaziz Hatiba, seorang warga negara Mesir dan nakhoda kapal tanker MT Arman 114 berbendera Iran yang menyebabkan tumpahan minyak di Laut Natuna Utara yang dapat mencemarkan lingkungan serta menghancurkan biota laut.
Lihat Putusan PN Batam tentang MT ARMAN 114
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan barang bukti berupa satu unit kapal MT Arman 114 berbendera Iran beserta muatannya Light crude oil atau minyak mentah ringan sejumlah 166.975 metrik ton dirampas untuk negara.
Ganti Rugi 500 Milyar Rupiah
Dalam siaran pers yang dirilis Kantor Advokat DAVID S.G. PELLA. SH & Partners yang diterima redaksi, kelompok nelayan Batam menggugat ganti rugi sebesar 500 miliar rupiah, dengan alasan bahwa kesengajaan membuang limbah minyak yang dilakukan oleh Sdr. Mahmoed M Abdelaziz M Hatiba, tidak saja berakibat langsung bagi ekonomi tapi juga akan memberikan dampak kerusakan generative berkepanjangan untuk kesehatan, bagi Nelayan yang mengantungkan hidupnya dari hasil laut di kawasan tersebut juga bagi generasi penerus serta masyarakat pesisir yang bergantung kehidupanya pada hasil laut Kepulauan Batam.
“Terjadi penurunan penghasilan dari (biasanya) Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) sebulan menjadi (saat ini) tidak lebih dari Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah), jumlah tersebut sangat tidak mencukupi kehidupan nelayan yang minimal memiliki 2 orang anak”, demikian disebut dalam rilis tersebut.
Kemudian, tanggung jawab pemilik kapal dan nakhoda kapal dalam peristiwa pencemaran laut itu sudah diatur dalam tiga regulasi, yaitu:
1. Pasal 53 Undang-Undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
2. Pasal 15 dan 16 Peraturan Pemerintah No.19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, dan
3. Pasal 11 Peraturan Presiden No.109/2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.
Untuk menjamin pelaksanaan kewajiban ganti rugi, Kuasa Hukum Para nelayan mengajukan permohonan penyitaan atas Kapal beserta seluruh cargonya.
Saat ini, MT ARMAN 114 sendiri sudah dirampas oleh negara, sang Nahkoda menghilang dan kini masuk DPO. Nilai kapal dan cargo berupa LCO diperkirakan tidak kurang dari 4,5 Triliun Rupiah. [BobR]