JMOL. Pemerintah melalui Ditjen Perhubungan Laut menerbitkan Surat Edaran nomor SE-DJPL 20 Tahun 2024 Tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Perjanjian Kerja Laut Terhadap Gaji Pokok Awak Kapal yang Bekerja di atas Kapal Berbendera Indonesia yang Berlayar di Perairan Indonesia.
Beleid ini bermaksud memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada awak kapal domestik; mereka yang bekerja di atas kapal berbendera Indonesia yang berlayar di perairan Indonesia. Sekaligus menjadi pedoman bagi unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan perjanjian kerja laut (PKL) terhadap gaji pokok awak kapal domestik.
Adapun besaran gaji pokok yang dimaksud mengacu pada Upah Minimum Propinsi (UMP) dimana PKL ditandantangani. Gaji pokok ini belum termasuk tunjangan lainnya, seperti upah lembur dan uang pengganti hari-hari libur (leavepay).
Sebagai gambaran, pada tahun 2024 UMP tertinggi se Indonesia adalah Propinsi DKJ sebesar Rp 5.067.381. UMP terendah adalah Jawa Tengah sebesar Rp. 2.036.947.
Dengan beleid ini, syahbandar diperintahkan untuk memeriksa kelayakan upah pelaut saat kapal berada di pelabuhan. Owner/Operator kapal harus mempersiapkan daftar awak kapal (crew list) beserta copy PKL yang masih berlaku.
MLC 2006
Organisisasi Praktisi Maritim Indonesia (PRAMARIN) mengapresiasi langkah Pemerintah tersebut.
“Sesuai MLC 2006 (Guideline B2.2) fungsi pelaksanaan dan pengawasan masalah upah menjadi kewenangan negara anggota IMO dalam tanggung jawabnya sebagai negara bendera (Flag State)”, kata Capt. Datep Purwa Saputra, Ketua Umum PRAMARIN.
Pengajar di sejumlah akademi pelayaran tersebut mengatakan bahwa setiap negara anggota IMO juga bertindak sebagai port state. Artinya, Indonesia sebagai port state berhak memeriksa kondisi upah awak kapal asing yang singgah di pelabuhan Indonesia.
“Dalam melaksanakan fungsi Port State Control (PSC), Indonesia boleh memeriksa kelaiklautan kapal yang terkait kesejahteraan awak kapal asing, apakah sesuai standar upah aturan internasional (ILO/ITF)”, katanya.
Datep mengingatkan bahwa selain besaran upah, jam kerja dan jam istirahat awak kapal juga harus menjadi perhatian pemerintah. Waktu istirahat pelaut sekurang-kurangnya 10 jam dalam periode 24 jam, dengan total 77 jam dalam periode 7 hari. [AQS]