JMOL. Prospek Small LNG Shipping (SLNG Shipping) di Indonesia bergantung pada realisasi PLN atas pembangunan pembangkit bertenaga gas (PLTG) berskala kecil-menengah. Dibanding gas alam, PLN lebih memilih LNG (Liquid Natural Gas; gas alam cair) untuk memenuhi beban tambahan dan beban puncak. LNG lebih fleksibel dan tidak memerlukan investasi perpipaan yang relatif lebih mahal. Untuk kuantitas energi yang sama, volume gas alam yang dicairkan (liquifaction natural gas) adalah 1/600 kali dari fase gas.
SLNG Shipping adalah bisnis (jasa) pengangkutan gas alam cair melalui laut, menggunakan kapal tanker LNG skala kecil (< 50.000 cbm). SLNG Shipping, disebut juga Midstream, menjadi bagian penting dari rantai distribusi gas antar pulau di Indonesia. Kebutuhan SLNG Shipping muncul karena produsen dan konsumen gas yang terpisah oleh laut dalam jarak dan volume yang tidak ekonomis jika menggunakan pipa sebagai infrastruktur penyaluran gas.
Baca: Small LNG Tanker dan Aplikasinya di Indonesia
Trend LNG Domestik
Sejak 2012, LNG memainkan peran penting dalam pemanfaatan gas domestik bagi pembangkit listrik di Indonesia (Gas To Power, atau LNG To Power). Dimulai dengan beroperasinya FSRU Jawa Barat yang dioperasikan oleh PT Nusantara Regas. Kemudian diikuti oleh infrastruktur LNG to Power lainnya, yaitu: Terminal LNG Arun di Aceh, FSRU di Lampung, dan LNG Terminal di Benoa, Bali.
LNG Terminal Arun dioperasikan oleh PT Perta Arun Gas, memasok gas untuk pembangkit listrik tenaga gas dan pabrik pupuk di Lhokseumawe. Terminal LNG Benoa dioperasikan oleh PT Pelindo Energy Logistic (PEL), memasok gas untuk pembangkit listrik Pesanggaran Benoa Bali.
Dengan trend LNG To Power yang semakin meningkat, PLN menjadi pengguna LNG domestik terbesar di Indonesia. Menyerap lebih dari 90% konsumsi LNG domestik. Pada 2017, PLN tercatat menyerap 47 kargo LNG alias sekitar 30% dari total konsumsi gas yang sebesar 1300 BBTUD. Hingga tahun 2027, konsumsi LNG diproyeksikan mencapai 1192 BBTUD alias 60 persen dari total konsumsi gas.
Skenario Distribusi Klaster
Trend konsumsi LNG domestik yang meningkat adalah satu hal, namun skenario distribusi adalah hal lain. Skenario tersebut akan menentukan besarnya biaya logistik gas, yang terdiri atas biaya terminal dan biaya midstream atau pengapalan.
Melihat sebaran PLTG eksisting dan rencana yang tercantum di RUPTL, menjadi tantangan dalam penentuan skenario pengapalan yang paling efisien. Skenario yang mencakup ukuran kapal, jumlah kapal, titik layanan, jarak, besar kargo dan lain-lain. Beberapa model distribusi yang tersedia adalah Hub and Spoke, Multiport/Milk run, dan kombinasi keduanya.
PLN mengkelompokkan sebaran PLTG ke dalam beberapa klaster. Mengntegrasikan klaster sesuai dengan rencana beroperasinya tiap pembangkit tersebut menjadi kunci mencapai biaya logistik yang optimal.
Menurut Adhi Prastowo, Direktur Executive IMES (Indonesia Maritime and Energy Society), PLN kini serius pada aspek logistik gas dengan membentuk PT PLN GG (Gas & Geothernal). Apalagi kini Kementerian ESDM sudah mematok harga atas gas di plant gate sebesar 14.5 persen ICP.
Baca: Pemerintah Batasi Harga Jual Gas Hilir, Bisnis “Small LNG” Dituntut Lebih Efisien
“Pemenuhan kebutuhan small scale LNG yang sporadis akan membuat pemenuhan ceiling price di plant gate menjadi lebih sulit tercapai”, kata Adhi.
Idealnya, semua rencana PLTG yang berada dalam klaster yang sama, dieksekusi secara bersamaan atau dalam rentang waktu berdekatan. Sehingga rantai pasoknya dapat didesain secara terintegrasi untuk memperoleh biaya SLNG Shipping yang paling efisien.[AS]
Terimakasih informasinya semoga jualan boilergas banyak laku terjual
berarti boiler fuel cng prospeck kedepanya
CNG sama LPG apa sama nilai calorinya
berarti boiler fuel cng prospeck kedepanya
apakah lebih murah dari Naturla gas?
kalau di ganti LNG pengusaha batu bara omset turun ya ?