JMOL. Di dalam UNCLOS 1982, dikenal dua jenis negara, yaitu negara pantai (coastal state) dan negara kepulauan (archipelagic state). Diakuinya konsepsi Negara Kepulauan adalah hasil perjuangan Indonesia sejak Deklarasi Djuanda tahun 1957.
Secara sistematika, ketentuan tentang Negara Kepulauan di dalam UNCLOS 1982 berada pada Bab IV, mulai pasal 46 hingga pasal 54. Di dalam Bab tersebut, terdapat atas tiga istilah yang menjadi khas negara kepulauan, yaitu: Garis Pangkal Kepulauan, Perairan Kepulauan, dan Alur Laut Kepulauan. Tulisan singkat ini mencoba menjelaskan secara sederhana tentang Garis Pangkal Kepulauan (archipelagic baseline) sebagai dasar penetapan zona kelautan pada Negara Kepulauan.
Apa itu Garis Pangkal Kepulauan?, yaitu Garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar sebuah negara kepulauan. (Lihat gambar 1).
Gambar 1: Garis Pangkal Kepulauan
Pengakuan konsepsi Negara Kepulauan sangat penting karena berkaitan dengan cara penetapan zona kelautan (lihat gambar 2), dimana tata cara penetapan terhadap negara kepulauan berbeda dibanding terhadap negara pantai.
Gambar 2: Zona Kelautan
Apa perbedaannya?. Penetapan zona kelautan untuk negara pantai didasarkan pada garis pangkal pantai (coastal baseline), sementara pada negara kepulauan didasarkan pada Garis Pangkal Kepulauan (archipelagic baseline).
Adapun zona kelautan yang dimaksud di atas terdiri dari Perairan dalam, Laut Teritorial, Zona Tambahan, ZEE, dan Laut Bebas. Zona Kelautan yang paling utama adalah Laut Teritorial, dimana sebuah negara memiliki kedaulatan penuh terhadap pemukaan laut, kolom air, ruang udara di atas laut, serta dasar laut dan lapisan tanah dibawahnya.
Jenis Garis Pangkal (Baseline)
Normal baseline adalah jenis baseline dimana cara penarikan garis mengikuti kontur pantai dengan kondisi wajar.
Archipelagic baseline, yang sedang dibahas pada tulisan ini, hanya dapat digunakan oleh negara yang memenuhi kriteria sebagai negara kepulauan, misalnya Indonesia, Filipina, dan negara kepulauan lainnya.
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Gambar 3: Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia berhak menarik garis pangkal kepulauan, yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar yang dimiliki Indonesia. Dengan demikian, garis pangkal kepulauan mempersatukan wilayah Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sesuai dengan doktrin Deklarasi Djuanda 1957. (Lihat gambar 3).
Dengan demikian, zona kelautan Indonesia menjadi: (1) Laut Teritorial, Zona Tambahan, dan ZEE berada pada sisi luar Garis Pangkal Kepulauan. (2) Perairan Dalam dan Perairan Kepulauan yang berada di sisi dalam Garis Pangkal Kepulauan.
Take and Give
Salah satu yang khas dari negara kepulauan adalah adanya Perairan Kepulauan, yaitu perairan yang berada di sisi dalam dari Garis Pangkal Kepulauan. Laut Jawa, Laut Banda, Selat Makassar adalah contoh dari Perairan Kepulauan. Statusnya sama dengan Laut Teritorial, yaitu Indonesia memiliki kedaulatan secara penuh.
Walau memiliki kedaulatan penuh pada perairan kepulauan, UNCLOS 1982 mewajibkan Negara Kepulauan untuk memberi hak lintas damai dan hak lintas alur kepulauan. Inilah ketentuan yang ‘memaksa’ Indonesia menetapkan Alur Laut Kepulauan (Designated Sea Lane) atau lazim kita sebut Alur Laut Kepulauan (ALKI 1, 2, dan 3). Kapal asing dapat berlayar secara damai melalui rute ALKI 1,2,3 tanpa memerlukan ijin terlebih dahulu. Tentu saja dengan berbagai ketentuan yang juga sudah diatur di dalam UNCLOS 1982.
Pengakuan terhadap konsepsi negara kepulauan melahirkan Garis Pangkal Kepulauan, dan darinya Indonesia ‘memperoleh’ Perairan Kepulauan. Namun di sisi lain, Indonesia wajib ‘menyediakan’ Alur Laut Kepulauan. Ini semacam take and give, karena pada dasarnya sebuah konvensi internasional seperti UNCLOS adalah kumpulan dari kesepakatan-kesepakatan. [AS]
[…] Baca Juga: Memahami Garis Pangkal Kepulauan Dalam UNCLOS 1982 […]
Comments are closed.