JMOL. Pemberlakuan (enter into force) Marine Pollution (Marpol) Annex VI Regulasi 14 tentang pembatasan emisi Sulphur Oxides (SOx) and Particulate Matter pada 1 Januari 2020 hanya dalam hitungan bulan. Sebagai anggota Dewan International Maritime Organization (Council IMO), Indonesia melakukan sejumlah persiapan untuk memasuki era IMO2020 tersebut.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, DJPL Kemenhub, Capt. Sudiono, mengatakan pemerintah tengah melakukan penyesuaian dengan kondisi existing agar dapat diterapkan secara penuh oleh pelayaran nasional. Apa saja?
Pada sisi regulasi, jauh sebelumnya Kemenhub telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014. Dimana pada pasal 36 menetapkan batas maksimum kandungan sulfur pada bahan bakar kapal (bunker fuel) sebesar 0.5% mulai tanggal 1 Januari 2020.
Kemudian, dilanjutkan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.003/93/14/DJPL-18 tanggal 30 Oktober 2018 tentang Batasan Kandungan Sulfur pada Bahan Bakar dan Kewajiban Penyampaian Konsumsi Bahan Bakar Kapal.
“Terakhir, pada 4 Januari 2019, DJPL menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.003/1/2/DK-2019 tentang penyampaian hasil sidang Komite Perlindungan Lingkungan Perairan (Marine Environment Protection Commitee) ke 73 yang ditujukan kepada seluruh UPT DJPL dan stakeholder terkait”, jelas Sudiono.
Pada sisi supply, Pertamina menyatakan akan menyediakan IFO 180 Sulfur 0.5 persen hasil produksi sendiri sebanyak 380.000 KL pertahun, dan MFO 380 (impor) di Pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan Balikpapan.
Pertamina memproduksi MFO 180 High Sulphur (kandungan sulfur 3.5% m/m) sebanyak 1.9 juta KL/tahun (1030 ribu barel/bulan). Hasil produksi kilang RU IV Cilacap tersebut selama ini untuk memenuhi kebutuhan PLN, industri dan pelayaran nasional.
“Mengingat jumlah produksi pertamina yang masih banyak di atas, rapat di Kementerian Koordinator Bidang Maritim menyepakati seluruh kapal berbendera Indonesia yang berlayar di wilayah laut Indonesia masih dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur 3,5% hingga habis,” kata Capt. Sudiono.
Sedangkan bagi kapal rute Internasional (Ocean going) yang memilih menggunakan scrubber, dianjurkan untuk memperhatikan aturan yang diberlakukan pada pelabuhan tujuan. Misalnya, beberapa negara hanya mengijinkan penggunaan closed loop scrubber dan melarang penggunaan open loop scrubber. Pada jenis closed loop scrubber, limbah yang dihasilkan oleh scrubber harus ditampung di atas kapal. Tidak boleh dibuang ke laut.
“Mulai 1 Januari 2020 semua kapal ocean going yang tidak dapat memenuhi IMO 2020 akan menjadi obyek penahanan oleh petugas Port State Control di luar negeri,” kata Capt. Sudiono mengingatkan.
Indonesia memastikan akan mengikuti aturan pembatasan sulfur 0.5 persen IMO, namun memerlukan waktu demi menyesuaikan dengan kemampuan pelayaran nasional dan Pertamina. Kepentingan nasional tetap menjadi pertimbangan utama. [AS]