JMOL. Dirjen Perhubungan Laut (Hubla), R. Agus H. Purnomo dan Dirjen Perikanan Tangkap, M. Zulficar Mochtar menandatangani kerjasama tentang Pelayanan Status Hukum Kapal Ikan dan Kepelautan kapal ikan, Selasa 5 Maret 2019.
Dari dokumen yang diperoleh redaksi, ruang lingkup perjanjian kerja sama di atas meliputi: (1) penyelenggaraan kelaiklautan, laik tangkap dan laik simpan; (2) pelayanan penerbitan persetujuan pengadaan dan modifikasi kapal ikan; (3) sinkronisasi dan pertukaran database kapal ikan dan pengawakan; (4) fasilitasi perizinan atau administrasi satu atap; (5) pelatihan dan sertifikasi kepelautan bagi nelayan; (6) penerbitan Dokumen Pelaut Kapal Ikan; dan (7) sosialisasi status hukum kapal ikan dan kepelautan kepada UPT Ditjen Perhubungan Laut, Dinas Kelautan dan Perikanan, UPT Pelabuhan Perikanan dan Syahbandar di Pelabuhan Perikanan.
“Kapal ikan harus memenuhi aspek Kelaiklautan, keselamatan dan keamanan, serta memiliki status hukum. Begitu juga dengan awak kapalnya, harus memiliki pendidikan kepelautan tertentu agar mampu mendukung terwujudnya keselamatan dan keamanan pelayaran,” ujar Dirjen Agus usai penandatanganan perjanjian kerjasama tersebut.
Untuk itu, dalam waktu dekat akan dilakukan sinkronisasi dan pertukaran database kapal ikan dan pengawakan serta fasilitasi perizinan atau administrasi satu atap, yang melibatkan aparat kedua ditjen tersebut.
Dalam aspek kepelautan, Direktur Perkapalan dan Kepelautan Hubla, Capt. Sudiono, mengatakan kedua pihak akan bekerjasama dalam pelatihan dan sertifikasi kepelautan bagi nelayan, dan penerbitan Dokumen Pelaut Kapal Ikan, termasuk sosialisasi ke mssing-masing jajaran di bawahnya, dan di daerah.
Terobosan Bagi Nelayan Kecil
Menurut Dirjen Perikanan Tangkap, M. Zulficar Mochtar, kerjasama di atas merupakan langkah terobosan untuk membantu nelayan kecil memperoleh status hukum kapal, yaitu Pas Kecil, Surat Ukur, Grosse Akta, Izin (Buku Kapal Perikanan, Bukti Pencatatan Kapal Perikanan), SIUP dan SIPI kapal yang dimiliki serta sertifikasi kepelautan dalam bentuk buku pelaut (seaman book).
Berdasarkan estimasi Ditjen Perikanan Tangkap (DJPT), armada kapal ikan di Indonesia sekitar 600.000 unit. Hampir 90 persen adalah kapal berukuran <10 GT (dengan dan tanpa mesin), yang umumnya dimiliki oleh nelayan kecil. Untuk memfasilitasi dokumen perkapalan dan kepelautan bagi nelayan kecil dalam waktu yang terbatas (dua tahun), KKP dan Kemenhub membentuk tim gabungan yang secara aktif mengunjungi sentra-sentra nelayan di seluruh Indonesia.
Pengamat maritim, Siswanto Rusdi mengapresiasi kerjasama kedua kementerian tersebut, yang menurutnya merupakan langkah maju mengatasi ego sektoral yang dapat menimbulkan dualisme serta tumpang tindih dalam pengaturan kapal ikan. Kerjasama antar institusi dalam pengaturan kapal ikan sudah lazim dilakukan. Di level internasional, IMO FAO dan ILO sudah melakukannya.
“Kemenhub fokus pada keselamatan pelayaran yang merupakan tugas pokoknya, sedangkan KKP berkonsentrasi pada pengaturan usaha perikanan tangkap”, ujar Siswanto.
Baca: SCTW-F 1995, Standar Kompetensi Pelaut Kapal Ikan
Kapal ikan dan pelautnya merupakan unsur utama dalam keselamatan operasi penangkapan ikan. Secara internasional, IMO mengatur standar keselamatan kapal ikan dalam Torremolinos Protocol 1993. Untuk pelautnya, IMO FAO dan ILO bekerja sama menerbitkan konvensi SCTW-F 1995 yang menetapkam standar kompetensi, pelatihan dan tugas jaga, serta MLC 2006 (IMO dan ILO) yang melindungi pelaut yang bekerja di atas kapal, termasuk kapal ikan. [AYU]