Home Artikel RI-India, Kerjasama Ekonomi Berdimensi Geopolitik di Sabang

RI-India, Kerjasama Ekonomi Berdimensi Geopolitik di Sabang

3052
1
SHARE

JMOL. Keinginan India untuk berinvestasi di kawasan Sabang akan berdampak positif pada stabilitas keamanan di wilayah Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Indo Pasific). Demikian disampaikan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dalam kunjungan resminya ke India.

Menko Luhut mengadakan kunjungan kenegaraan di India pada 17-18 Mei 2018 untuk meningkatkan kerjasama bilateral kedua negara. Dalam kesempatan tersebut, pemerintah India mengutarakan keseriusan minatnya berinvestasi di kawasan yang terletak ujung barat Indonesia tersebut. Secara terbuka Menko Luhut menyebutkan bahwa Indonesia tidak menginginkan dominasi kawasan oleh satu negara. Kerjasama RI dan India di Sabang akan membuat perimbangan di kawasan Indo Pasifik tersebut.

Baca: Grand Design Indo-Pasifik, Jalan Perdamaian Dunia

 

Proyeksi Tiongkok di Laut China Selatan (Sumber: AMTI)

Seperti kita ketahui, Tiongkok semakin memperkuat kehadirannya di Laut China Selatan melalui pembangunan pos terluar di kepulauan Paracel dan Spartly. Situs AMTI menyebutkan bahwa pembangunan outpost Tiongkok dilengkapi dengan fasilitas militer. Tidak hanya di Laut China Selatan, Tiongkok juga hadir di kawasan Samudera Hindia, yakni Srilanka dan Myanmar. Korporasi Tiongkok berinvestasi di Hambantota port, Srilanka. Sementara di Myanmar, investasi Tiongkok sangat besar di sektor migas, jaringan pipa gas dan minyak, serta pelabuhan Kyaukpyu. Tiongkok juga disebut berada dibalik rencana pembangunan terusan Kra di selatan Thailand.

Baca: Myanmar dan Pergeseran Konflik Samudera Pasifik ke Samudera Hindia

India berencana berinvestasi di pelabuhan Sabang (pulau Weh), termasuk membangun fasilitas penunjang seperti rumah sakit dan lain-lainnya. Jika diamati, rencana India masuk ke Sabang terbilang strategis dan direncanakan dengan serius. Pada April 2018, dubes India Pradeep Kumar Rawat berkunjung ke Kantor BPKS (Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang). Situs Swarajyama menyebutkan bahwa minat India ini berkaitan dengan penerapan strategi baru Angkatan Laut India, yang disebut ‘Mission-based Deployments’.

Dengan strategi baru tersebut, AL India menyebarkan kapal dan pesawat siap tempur di sepanjang jalur laut utama dan choke point di Samudera Hindia untuk menegaskan kehadirannya, sekaligus memantau aktivitas kekuatan ekstra-regional. Tentu saja yang dimaksud adalah Tiongkok. Beberapa hari sebelum kunjungan Menko Luhut, India sudah memutuskan untuk menempatkan jet tempur Angkatan Udaranya di pangkalan-pangkalan di Kepulauan Andaman dan Nikobar.

India dan Sabang dalam Jalur Pelayaran Dunia (Diolah dari Marinetraffic.com)

Pelabuhan Sabang di Pulau Weh memiliki kedalaman alamiah mencapai 40 meter. Cocok untuk pangkalan kapal selam. Posisinya strategis dalam jalur perdagangan dunia, hanya berjarak sekitar 500 km dari Selat Malaka. Celah Sabang dan Indira Point di Pulau Great Nicobar (India) hanya 190 km, menjadi ‘gerbang’ Selat Malaka yang dilewati oleh seluruh kapal dari dan menuju Selat Malaka dan Terusan Kra (jika nanti terwujud). Selat Malaka adalah choke point tersibuk kedua di dunia. Menghubungkan bagian timur Samudera Hindia dan laut China Selatan. Dilewati oleh lebih dari 30 persen perdagangan laut, sekitar 80 persen pasokan energi Tiongkok, dan hampir 40 persen perdagangan India. Dengan demikian, kehadiran India di Sabang memang berdimensi geopolitik seperti yang disampaikan Menko Luhut di atas. Belum diketahui respon Tiongkok terhadap rencana Indonesia dan India ini.

Buka Tutup Pelabuhan Sabang

Pelabuhan Sabang bukan nama baru dalam peta pelayaran dunia. Sejak tahun 1896 Sabang merupakan pelabuhan bebas untuk perdagangan umum dan merupakan pelabuhan transit bagi komoditi tembakau asal Deli (Sumatera Utara). Setelah diduduki Jepang pada Perang Dunia II tahun 1942, fungsi Sabang sebagai pelabuhan bebas berubah menjadi basis pertahanan AL Jepang untuk wilayah Barat.

Pada tahun 1963, Presiden Sukarno membuka kembali Sabang sebagai Pelabuhan Bebas. Namun, dengan alasan banyaknya penyelundupan dan akan dibukanya Batam, pada tahun 1985 pelabuhan bebas Sabang kembali ditutup. Pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid kembali mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Status tersebut bertahan hingga sekarang, walaupun perkembangannya belum seperti yang diharapkan.

Akankah kerjasama Indonesia dan India di kawasan paling barat Indonesia ini dapat mendorong pertumbuhan kawasan Sabang, dan sekaligus menciptakan kestabilan di kawasan Indo Pasific?, atau malah menciptakan ketegangan baru?. Mari kita nantikan bersama. [AS]

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.