JMOL. Pada 17 Mei 2018, Angkatan Udara China (PLAAF) mengumumkan telah berhasil, untuk pertama kalinya, mendaratkan pesawat pembom H-6K di Woody Island, sebuah pos terdepan di Kepulauan Paracel, Laut Cina Selatan.
Secara militer peristiwa ini sangat penting. Dengan berbasis di Woody Island dan memiliki radius tempur hampir 1000 mil laut, H-6K dapat menjangkau seluruh Laut Cina Selatan. Jika basis pembom tersebut digeser ke Kepulauan Spratly, maka dapat menjangkau Singapura dan sebagian besar wilayah Indonesia.
H-6K (lengkapnya Xian H-6K) adalah pesawat pembom jarak jauh yang merupakan pengembangan dari Tu-16 buatan Uni Soviet di tahun 1950-an (sekarang Rusia).
Setelah berpuluh tahun dikembangkan oleh AU China, H-6K kini mampu terbang lebih jauh, lebih hemat bahan bakar, sistem avionik yang lebih modern dan kuat, serta sistem senjata yang presisi. H-6K mampu membawa 12 ton senjata, termasuk enam rudal anti-kapal supersonik YJ-12 atau rudal darat subsonik CJ-20, serta mampu menyasar target yang jaraknya 250 – 1.500 mil.
Menurut situs Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI, amti.csis.org), di “Big 3” kepulauan Spratly, China telah membangun hanggar besar yang dapat menampung pesawat pengebom seri H-6. Big 3 adalah sebutan bagi tiga pulau utama di Kepulauan Spratly, yaitu Subi, Mischief, dan Fiery Cross Reefs. China mengembangkan ketiga pulau ini menjadi pangkalan bagi angkatan udara dan angkatan lautnya, termasuk menjadi pangkalan bagi China Coast Guard (CCG), dan armada penangkapan ikan.
AMTI juga menyebutkan bahwa sejumlah kapal perang AL China dan kapal Coast Guard China mengunjungi ketiga pulau tersebut secara teratur. Selain itu, pesawat angkut militer Y-8, rudal jelajah YJ-12B, dan sistem rudal permukaan-ke-udara HQ-9B terdeteksi sudah berada di masing-masing ketiga pulau tersebut.
Dengan seluruh informasi di atas, dalam waktu dekat Spartly akan memiliki fasilitas yang sama dengan Woody island di Paracel, termasuk menjadi menjadi basis bagi bomber H-6K. [JB]
