JMOL. Konferensi East Asia Summit (EAS) untuk Memerangi Sampah Plastik, 6-7 September 2017, di Bali. Acara yang digelar oleh kerjasama Indonesia-Selandia Baru itu dihadiri oleh lebih dari 85 peserta perwakilan dari negara peserta EAS, baik dari track I (pemerintah) maupun track II (swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, perwakilan ASEAN Secretariat,dan lainnya).
Konferensi membahas berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam mengelola sampah plastik yang ada di laut dan menyoroti solusi inovatif, serta kebijakan lokal dan nasional, kemitraan swasta, publik, dan pendidikan untuk perubahan perilaku masyarakat agar berperan aktif memerangi sampah plastik.
Polusi laut akibat sampah plastik ini tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan tapi juga merugikan dari sisi ekonomi karena pendapatan negara dari sektor kelautan juga menurun. Dalam kaitan ini, EAS memainkan peran yang aktif dan penting. Melalui konferensi ini, diharapkan muncul berbagai solusi konkret untuk menangani permasalahan sampah plastik di laut.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Duta Besar Jose Tavares. Tavares mewakili Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, membuka secara resmi konfrensi tersebut.
“Laut kita menghadapi masalah serius. Setiap tahun sedikitnya 12,7 juta metrik ton sampah plastik dibuang ke laut. Sampah plastik ini tidak hanya mencemari lautan, tapi juga membahayakan kelangsungan makhluk hidup, termasuk kita,” ujar Dubes Tavares.
“Sekitar 80% sampah plastik di laut berasal dari daratan dan disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk dari masyarakat pesisir di seluruh dunia dalam menangani sampah plastik,” lanjut Dubes Tavares.
Sementara itu, Menko Maritim Luhut Panjaitan yang diwakili oleh Deputi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim, Dr. Safri Burhanuddin, dalam sambutan kuncinya menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi 70% kontribusi Indonesia terhadap sampah plastik di laut sebelum 2025.
Sejumlah langkah telah dilakukan oleh Indonesia, diantaranya adalah penerbitan Perpres No. 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (Februari 2017) dan National Plan of Action on Marine Plastic Debris 2017-2025(Mei 2017), Kampanye Combating Marine Plastic Debris serta Reduction Plastic Bag Production and Use.
Pemerintah RI juga sedang menggalakkan kebijakan mengubah sampah menjadi sumber energi. Saat ini, 15 kota di Indonesia (termasuk Denpasar) mengambil bagian dalam studi untuk menanggulangi sampah plastik di laut, termasuk misalnya proyek konstruksi jalan tar plastik pertama di Universitas Udayana, yang merupakan bagian dari rencana aksi pemerintah dalam mengelola sampah plastik. Rencana aksi pemerintah yang lain adalah: pengembangan bio-plastic dari singkong dan rumput laut, pengelolaan sampah menjadi energi, serta pemberdayaan bank sampah.
Pembicara konferensi berasal dari pakar/ahli, akademisi, perwakilan organisasi internasional, dan pelaku usaha serta entrepreneur dari berbagai negara. Selama 2 (dua) hari kegiatan, peserta saling bertukar pandangan mengenai permasalahan dan penanganan sampah di laut, serta melihat proyek pemanfaatan limbah plastik berupa plastic tar road yang dikembangkan oleh Universitas Udayana Bali.
Menujuk Ditjen Kerjasama Eksternal ASEAN, EAS merupakan forum regional yang menjadi wadah dialog dan kerja sama strategis para pemimpin dari 18 negara dalam menghadapi berbagai tantangan utama yang ada di kawasan. 18 negara peserta EAS adalah 10 negara anggota ASEAN, Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Rusia, dan Selandia Baru. Pada bulan November 2017, direncanakan akan diselenggarakan the 12th East Asia Summit di Manila, Filipina. [IS]