JMOL. Sebuah Focuss Group Discussion (FGD) digelar Ikatan Alumni Fakultas Teknik Universitas Indonesia (Iluni FTUI) dengan tema Pemberdayaan Industri Maritim Nasional, di Jakarta, Senin (25/9/2017). Menurut ketua panitia, Idris H Sikumbang, melalui FDG ini pihaknya ingin mendorong percepatan cabotage ‘naik kelas’ melalui strategi yang tepat dan melibatkan seluruh stakeholder maritim.
“Strateginya perlu dirumuskan bersama, idealnya melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi”, demikian Idris.
Cabotage adalah prinsip yang hanya memberikan hak (eksklusif) kepada perusahaan angkutan nasional dalam sebuah negara untuk beroperasi secara komersial.
Azas Cabotage adalah kegiatan angkutan laut dalam negeri yang dilakukan perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. Pada penjelasan Pasal 8 ayat 1 UU 17 Tahun 2008, penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan laut nasional dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas cabotage guna melindungi kedaulatan negara (sovereignty) dan mendukung perwujudan wawasan nusantara serta memberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional.
Sejak terbitnya UU 17/2008 tentang Pelayaran, Indonesia praktis sudah menerapkan cabotage yang mancakup aspek: pangsa angkutan (cargo), kepemilikan kapal (Ship ownership), dan Awak (crewing). Dorongan ILUNI FTUI untuk “Cabotage Naik Kelas” dimaksudkan untuk memperluas potensi nasional yang terkait industri pelayaran, yaitu: industri perkapalan (yard) .
“Kami mendorong kapal yang digunakan untuk pelayaran dalam negeri juga dibangun di galangan dalam negeri. Tidak ada hambatan yang berarti pada aspek SDM dan penguasaan teknologi,” ujar Teten Derichard, Ketua ILUNI FTUI.
Pengamat Maritim dari NAMARIN (Maritime National Institute), Siswanto Rusdi, menyebutkan bahwa gagasan agar kapal yang dipergunakan untuk pelayaran dalam negeri harus pula dibangun di galangan dalam negeri, adalah hal yang baik.
“Namun, hal ini sepenuhnya pilihan atau opsi owner. Bila dinilai membangun kapal di dalam negeri lebih menguntungkan, pasti mereka akan bangun di galangan nasional. Bila tidak, mereka akan membangun atau membeli dari luar negeri” ujar Rusdi. Kata kuncinya adalah galangan nasional harus kompetitif.
Industri perkapalan meliputi industri galangan kapal dan industri komponen kapal. Pemerintah sendiri dalam kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) menargetkan pemenuhan domestik terhadap 15 produk komponen kapal. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai lead sector menggelar program standardisasi kapal yang meliputi desain standar kapal ikan, kapal penumpang, dan kapal barang. Standarisasi desain kapal diharapkan akan memberikan similaritas dan skala ekonomi yang cukup bagi industri komponen kapal dalam negeri. [AS]