Home Artikel Blockchain Pada Industri Logistik dan Pelayaran

Blockchain Pada Industri Logistik dan Pelayaran

6211
1
SHARE

JMOL. Bisnis pelayaran dunia, terutama pengangkutan peti kemas (Container shipping) kini terlihat sedang bersemangat menerapkan Blockchain, sebuah teknologi database online terdistribusi. Blockchain dipercaya meningkatkan transparansi, mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi dan menjamin keamanan transaksi pengiriman barang melalui laut.

Inovasi ini tentu akan membawa perubahan besar mengingat 90 persen perdagangan di dunia dilakukan melalui laut, dan mereformasi industri logistik dunia yang bernilai 4 triliun dolar per tahun. Finextra, sebuah perusahaan Freight forwarder International, memperkirakan blockchain dapat menghemat biaya pengurusan dokumen hingga 300 dolar per kontainer, alias 5.4 juta dolar untuk pengiriman melalui sebuah kapal kontainer berkapasitas 18,000 TEU.

Awal tahun 2017 ini, Mercuria, sebuah konglomerat di perdagangan dan pelayaran dunia, mengumumkan kerjasama mereka dengan dua lembaga keuangan, ING dan Societe Generale, untuk mengadopsi teknologi blockchain untuk bisnis perdagangan dan pelayarannya. Mercuria meyakini sektor perdagangan dan pelayaran dunia akan semakin tergitalisasi dalam beberapa tahun ke depan.

Pada Mei 2017. Samsung SDS mengumumkan akan meluncurkan pilot proyek Blockchain pada industri logistik Korea Selatan, untuk melacak kargo ekspor/impor dan lokasi pengiriman kargo secara real-time.

Ilustrasi Blockchain pada pengiriman bunga. (Sumber IBM & Maersk Line)

Yang paling menarik perhatian, Maersk Line menggandeng IBM menyiapkan blockchain untuk mengelola peti kemas mereka. Perusahaan pelayaran kontainer (peti kemas) terbesar di dunia ini (16 persen market share) akan menggunakan blockchain untuk mengelola dan melacak jutaan kontainer yang dikelolanya.

Melalui digitalisasi pada seluruh tahap rantai pasok barang, Maersk Line akan mereduksi penggunaan dokumen dan membuat proses lebih mulus dan cepat. Selain itu, menjamin transparansi dan keamanan berbagi informasi diantara pihak yang terlibat. IBM dan Maersk Line mengklaim teknologi blockchain akan menghemat biaya pengiriman kontainer internasional hingga 20 persen.

Seperti kita ketahui, transaksi pelayaran melibatkan begitu banyak dokumen. Sebut saja seperti Sales Contract, Charter Party Agreement, Bill of Lading, Port Document, Letter of Credit dan lain-lain yang berkaitan dengan kapal dan barang. Seluruh dokumen tersebut melewati proses yang panjang karena terkait dengan banyak pihak seperti Bank, Operator pelabuhan, Bea Cukai, Pelayaran, dan lain-lain. Menurut Maersk Line, untuk mengirim sebuah peti kemas dari Afrika Timur ke Eropa, harus melalui persetujuan lebih dari 30 orang dan melibatkan lebih dari 200 interaksi yang berbeda.

Apa itu Blockchain?

Blockchain pertama kali digunakan oleh bitcoin, sebuah sistem pembayaran/mata uang digital yang diperkenalkan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008. Bitcoin menggunakan rantai blok yang disebut Blockchain untuk mencatat seluruh transaksi bitcoin.

Blockchain pada dasarnya adalah sebuah database jenis baru, dimana data disimpan secara kronologis berdasarkan urutan waktu. Sedangkan pada database konvensional (RDBMS), data disimpan dalam format kolom dan baris. Dalam istilah akuntansi umum, blockchain berfungsi sebagai public ledger atau buku besar yang mencatat seluruh transaksi secara terbuka sehingga dapat dilihat oleh semua orang yang terlibat.

Pada Blockchain, data disimpan dalam sebuah blok yang diberi identitas tertentu. Setiap blok harus menyertakan blok sebelumnya, sehingga membentuk rangkaian blok yang saling terikat (blockchain). Rangkaian ikatan inilah  yang membuat blockchain sulit diubah. Perubahan pada satu blok membuat keseluruhan data menjadi tidak konsisten atau tidak valid.

Seperti halnya teknologi database lainnya, blockchain juga memiliki karakteristik proses yang terdistribusi dan immutable (sulit diubah). Proses komputasi terdistribusi dengan data ter-replikasi, sehingga semua pihak memiliki data yang sama. Immutable adalah sifat dimana sebuah data tidak dapat diubah lagi setelah nilainya diberikan (assigned). Untuk mengamankan data transaksi, blockchain menggunakan teknik kriptografi.

Yang paling khas dari blockchain adalah desentralisasi, dimana tidak ada otoritas tunggal sebagai pengendali.  Blockchain menggunakan konsensus untuk menentukan data atau transaksi mana yang dianggap valid dan sah, dan menjadikannya sebagai kebenaran bersama (single shared truth).

Dengan demikian, blockchain mendorong terciptanya transparansi karena setiap pihak (node/kompoter) memiliki data yang sama, namun di sisi lain menimbulkan masalah privasi.  Oleh karena ini, data seperti profil pengguna tidak disarankan untuk disimpan pada blockchain.  Teknologi ini cocok mengelola transaksi yang melibatkan banyak pihak, seperti sistem mata uang, perbankan, supply chain, distribusi musik, rekam medis, dan lain sebagainya.

Bagaimana Industri logistik Nasional?

Karena semua boleh memiliki blockchain, maka compatibility menjadi penting demi menjembatani antara blockchain Samsung, Mercuria, Maersk, dan lain-lain. Di Indonesia juga demikian, para pengguna dan penyedia jasa logistik perlu duduk bersama mencari konsensus standarisasi, agar dapat digunakan (kompatibel) oleh pelaku industri logistik, dalam dan di luar negeri.

Yang harus dipahami adalah membedakan Blockchain dan ERP (Enterprise Resources Planning). Tidak seperti ERP, Blockchain dibangun bukanlah untuk proses bisnis sendiri. Blockchain yang dibangun Maersk line, misalnya, bukanlah untuk kepentingan proses bisnisnya mereka. Blockchain akan relevan dan bermanfaat jika semua pihak terkait terlibat dan berkolaborasi. Apakah teknologi Blockchain dapat diterapkan di Tol Laut, dan atau menjadi bagian dari reformasi industri logistik nasional?, mari kita nantikan. [AS]

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.