Home Artikel Pelabuhan Terbaik 2025: Dominasi Asia, Kompetisi Hijau, dan Tantangan Baru Rantai Pasok...

Pelabuhan Terbaik 2025: Dominasi Asia, Kompetisi Hijau, dan Tantangan Baru Rantai Pasok Global

63
0
SHARE

JMOL. Laporan terbaru Leading Container Ports of the World 2025 yang dirilis DNV dan Menon Economics menegaskan satu hal: masa depan industri pelabuhan sedang bergeser ke Asia, dengan standar baru yang tidak lagi bertumpu pada ukuran throughput semata, tetapi pada kemampuan berinovasi, terhubung, dan bertransformasi menjadi pelabuhan rendah emisi.

Di tengah lonjakan perdagangan global dan gangguan geopolitik yang semakin sering terjadi, laporan ini memotret 160 pelabuhan kontainer dunia melalui pendekatan penilaian yang jauh lebih komprehensif dibanding studi-studi sebelumnya. Tidak kurang dari 35 indikator dikelompokkan ke dalam lima pilar (Enablers, Connectivity & Customer Value, Productivity, Sustainability, dan Overall Impact) untuk mengukur daya saing pelabuhan secara menyeluruh, mulai dari tata kelola hingga kesiapan menghadapi transisi energi.

Kebangkitan Kembali Perdagangan Global

Tahun 2024 menjadi titik balik penting bagi industri pelabuhan. Setelah beberapa tahun stagnan, volume kontainer dunia melesat menjadi 931,8 juta TEU, tumbuh 7,8%. Tiongkok tetap menjadi mesin utama perdagangan, menyumbang lebih dari 40% pergerakan global. Shanghai memecahkan rekor dunia dengan 51,5 juta TEU, sementara Singapura tetap kokoh sebagai hub transshipment terbesar dengan 41,1 juta TEU.

Namun, capaian ini menghadapi ujian besar. Krisis Laut Merah yang memaksa kapal-kapal raksasa memutar ke Tanjung Harapan menambah waktu pelayaran hingga dua minggu. Dampaknya bukan hanya pada meningkatnya biaya logistik, tetapi juga pada bagaimana pelabuhan harus menyiapkan diri menghadapi disrupsi geopolitik yang kini menjadi “new normal” dalam rantai pasok global.

Siapa Pelabuhan Terbaik Dunia 2025?

Singapura kembali dinobatkan sebagai pelabuhan terbaik dunia, unggul di hampir seluruh pilar. Investasi strategis seperti pembangunan Tuas Port—yang ditargetkan menjadi terminal otomatis terbesar dunia—memperkuat posisinya sebagai global maritime leader.

Di bawahnya, Shanghai menunjukkan kekuatan skala dan efisiensi, sementara Ningbo–Zhoushan mencatat pertumbuhan paling agresif, mencapai 26% dalam setahun. Busan dan Rotterdam melengkapi lima besar, dengan Rotterdam bersinar di sektor keberlanjutan berkat kapasitas bunkering bahan bakar alternatif terbesar dunia.

Top 5 Pelabuhan Dunia 2025:
1. Singapore
2. Shanghai
3. Ningbo–Zhoushan
4. Busan
5. Rotterdam

Kelima pelabuhan ini tidak hanya memiliki infrastruktur kelas dunia, tetapi juga ekosistem logistik yang matang, layanan pelanggan unggul, serta strategi jangka panjang yang konsisten.

Hubungan Baru: Konektivitas, Teknologi, dan Keberlanjutan

Studi DNV menunjukkan perubahan mendasar dalam cara pelabuhan dinilai. Konektivitas dan nilai pelanggan kini menjadi faktor penentu utama. Pelabuhan dengan jumlah operator terbanyak, jaringan mainline luas, serta kualitas layanan yang responsif, terbukti menjadi magnet bagi shipping lines yang semakin selektif.

Di sisi lain, keberlanjutan muncul sebagai pilar kompetitif baru. Rotterdam, Singapura, dan Shanghai berada di barisan depan dalam penyediaan shore power, bunker LNG, dan partisipasi green shipping corridors. Pelabuhan yang gagal mengikuti tren energi hijau berisiko tersisih dari jaringan rute masa depan.

“Sustainability is the new infrastructure,” ujar salah satu eksekutif logistik global dalam wawancara terkait riset ini—sebuah pernyataan yang menggambarkan pergeseran strategis industri.

Pergeseran Kekuatan Maritim Dunia

Hasil riset ini mempertegas bahwa Asia bukan sekadar pusat volume kontainer, tetapi juga pusat inovasi dan efisiensi. Selain Tiongkok dan Singapura, negara seperti Vietnam, India, dan Turki mencatat pertumbuhan pesat sebagai efek dari diversifikasi supply chain.

Namun Eropa dan Amerika Utara masih mempertahankan pengaruhnya melalui investasi teknologi dan keberlanjutan. Rotterdam, Antwerp-Bruges, Long Beach, dan Los Angeles, misalnya, menjadi pemimpin dalam pengembangan infrastruktur hijau dan efisiensi operasional.

Apa Artinya bagi Indonesia?

Indonesia masuk dalam radar riset pada indikator tertentu, seperti emisi dan pertumbuhan, tetapi belum masuk Top 50 Global Ports. Hal ini mencerminkan gap yang relatif konsisten dalam tiga pilar utama:

1. Konektivitas (jumlah mainline service & operator global masih terbatas)
2. Produktivitas terminal
3. Keberlanjutan infrastruktur energi

Dengan posisi geografis strategis di jalur pelayaran internasional, capaian Indonesia seharusnya bisa jauh lebih tinggi. Tantangannya adalah bagaimana pelabuhan seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak dapat melakukan lompatan modernisasi, terutama dalam digitalisasi operasional, penyediaan bunker bahan bakar alternatif, dan perbaikan layanan kepada pemilik kapal.

Arah Masa Depan: Smart, Green, and Connected Ports

Laporan DNV 2025 menggarisbawahi tiga karakter pelabuhan masa depan:

1. Smart – otomatisasi, AI-based scheduling, real-time visibility.
2. Green – shore power, bunker ramah lingkungan, manajemen emisi.
3. Connected – jaringan pelayaran luas, integrasi multimoda, layanan pelanggan responsif.

Pelabuhan yang mampu memenuhi ketiga elemen ini diproyeksikan akan memimpin rantai pasok global dalam 10–20 tahun mendatang.[AQS]