JMOL. Peti kemas yang hilang di laut (lost freight containers at sea) dapat menjadi bahaya yang serius bagi navigasi dan keselamatan pelayaran, khususnya terhadap kapal layar rekreasi, kapal ikan dan kapal kecil lainnya, serta lingkungan laut. Prosedur Pelaporan akan dimasukkan ke dalam SOLAS dan MARPOL, dengan target enter into force pada 1 Januari 2026.
Baca: Apa yang terjadi saat Peti kemas hilang di laut?
Demikian hasil pertemuan Sub-Committee on detection and reporting of lost containers – IMO yang berlangsung 14-23 September kemarin. Akan ada paragraf baru dalam SOLAS bab V Peraturan 31 tentang Pesan Bahaya (danger messages), dimana nakhoda diwajibkan melaporkan rincian kejadian (jatuhnya peti kemas) dengan cara yang tepat dan segera kepada kapal-kapal di sekitarnya, Negara pantai terdekat, dan kepada negara bendera. Negara bendera juga diminta untuk melaporkan kejadian (hilangnya peti kemas) tersebut kepada IMO.
Sedangkan pada SOLAS bab V Peraturan 32, akan ada paragraf baru yang menetapkan informasi yang perlu dilaporkan, seperti posisi jatuhnya peti kemas, jumlah, dan lainnya. Prosedur pelaporan serupa juga akan ditambahkan di dalam pasal V Protokol I konvensi MARPOL.
Menurut World Shipping Council (WSC), ada lebih dari 6300 kapal kontainer yang kini beroperasi di dunia. Mengangkut 226 juta peti kemas dengan nilai lebih dari US$4 triliun (2019). Setiap tahun rata-rata 1.382 peti kemas yang hilang di laut dalam periode 12 tahun (2008-2019). Laporan terbaru dari WSC dapat dilihat di sini, dimana dalam periode 2020-2021 rata-rata loss meningkat drastis mencapai 3113 unit. [AF]