JMOL. Muatan Tol Laut mencapai 13.110 Teus Sepanjang semester 1/2022, meningkat sebesar 21 persen dibanding kurun waktu yang sama di tahun lalu. Sementara capaian voyage meningkat 29 persen.
Program tol laut tahun ini melayani 33 trayek dengan mengoperasikan 32 kapal yang menyinggahi 130 pelabuhan. Muatan berangkat terbanyak adalah semen, beras, air mineral, dan minuman ringan. Sedangkan muatan balik terbanyak di antaranya adalah kayu, kopra, rumput laut, batang pohon kelapa, dan arang.
Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha dalam Rakornas Tol Laut di Surabaya (23/8).
Rakornas dibuka oleh Menteri Perhubungan dan dihadiri oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN, Lembaga Pendidikan, serta Asosiasi dan stakeholder terkait baik sebagai narasumber maupun peserta.
“Tol Laut menghadirkan konektivitas transportasi laut di wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan (T3P) untuk mendukung distribusi barang, membangkitkan perekonomian, menjaga ketersediaan barang, dan turut menggali potensi unggulan daerah,” kata Arif.
Namun demikian, lanjut Arif, penyelenggaraan Tol Laut masih menghadapi beberapa hambatan, antara lain: (1) keterbatasan jaringan Internet di wilayah T3P yang menyebabkan para pelaku usaha di daerah kesulitan mengakses aplikasi Sitolaut; (2) keterbatasan jumlah kontainer dan armada; (3) fasilitas bongkar muat di pelabuhan yang kurang memadai; (4) kurangnya ketersediaan BBM bersubsidi; serta (5) beberapa Pemerintah Daerah yang belum optimal dalam pemanfaatan komoditi unggulan daerahnya.
Pengembangan Tol Laut
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Hendri Ginting mengatakan Pemerintah saat ini tengah mengembangkan program Tol Laut. Setidaknya ada tiga rencana yang sedang dikembangkan, yaitu:
Yang pertama adalah konektivitas multimoda dengan melibatkan Jembatan Udara dan subsidi Angkutan Darat. Ini diterapkan untuk distribusi barang ke wilayah pegunungan Papua.
Kedua, inovasi dan terobosan dalam rangka Ketahanan Pangan Nasional. Salah satunya dengan membuat pola perdagangan baru dari wilayah pusat pangan baru (food estate) seperti Merauke ke wilayah Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Ketiga, optimalisasi kinerja kapal Tol Laut di pelabuhan dan pengawasan barang dari pelabuhan bongkar sampai dengan hinterland. [AF]