JMOL. Hari ini, 30 Agustus 2017, dilaksanakan ground breaking pembangunan pelabuhan Warnasari oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi didampingi Wali Kota Cilegon TB Iman Ariyadi. Hadir pula beberapa pejabat Kemenhub dan Pemkot Cilegon.
Lokasi pelabuhan terletak di Kelurahan Warnasari Kecamatan Citangkil, Kota Cilegon. Pembangunan pelabuhan tersebut bekerjasama dengan Bosowa Grup di lahan darat seluas 10 ha dengan cadangan pengembangan hingga 45 hektar milik Pemerintah Kota (Pemko) Cilegon.
Warnasari nantinya akan dikelola oleh PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM), Bosowa Grup sebagai mitra strategis, dan Pelindo II. PCM adalah BUMD milik Pemko Cilegon, berdiri pada tahun 2011 dan memulai usaha di penyediaan jasa kepelabuhanan seperti pemanduan dan penundaan kapal. PCM memperoleh ijin BUP (Badan Usaha Pelabuhan) pada tahun 2012.
Warnasari didesain untuk melayani berbagai jenis kapal dalam kategori Bulk Cargoes (Barang curah) Yakni Curah Kering dan Curah Cair. Curah Kering Antara lain feed dan Non Feed Dry Bulk, Break Bulk dan General Kargo. Mirip dengan dua pelabuhan umum di dekatnya, yaitu pelabuhan Ciwandan dan Cigading. Di Kota Cilegon sendiri terdapat 23 terminal laut dan satu terminal penyeberangan (ASDP). Mayoritas merupakan TUKS, dan hanya tiga yang melayani kargo sendiri dan kargo umum, yaitu Terminal Sinar Mas Merak (PT Indah Kiat), Ciwandan (Pelindo 2), dan Cigading (KBS, anak usaha PT Krakatau Steel).
Pelabuhan Cigading sendiri baru memperolah status umum pada November 2016 setelah menandatangani perjanjian Konsesi Kepelabuhanan dengan pemerintah (melalui Kemenhub). Sebelumnya, Cigading beroperasi melalui pengelolaan bersama dengan Pelindo II. Pelabuhan Warnasari nampaknya akan mengikuti pola Cigading, yakni melalui pengelolaan bersama dengan Pelindo II. Dalam hirarki kepelabuhanan nasional, Warnasari masih merupakan bagian dari Ciwandan yang juga dikelola Pelindo II.
Mengejar Kargo 20 Juta Ton
Berdasarkan master plan pelabuhan Warnasari yang diperoleh Redaksi, pada tahap awal kapasitas dermaga yang direncanakan adalah 150,000 DWT untuk Jetty Curah Cair, dan 70,000 DWT Untuk Jetty Curah Kering. Kapasitas Total Dermaga untuk tahap pertama adalah 12 juta ton per tahun, dengan asumsi jumlah kargo adalah 10 juta ton per tahun. Target Berth Occupancy Ratio (BOR) pada kisaran 60-75%.
Pada tahun pertama operasional (2019), Warnasari akan melayani kargo 4.5 juta ton yang terdiri atas curah kering (bahan makanan dan raw sugar) sebanyak 3.5 Juta ton, dan Curah Cair sebesar 6.5 juta ton yang terdiri atas 3 juta ton BBM dan 3,5 ton Non BBM.
Peralatan penunjang bongkar muat yang direncanakan adalah Grab Ship Unloader (GSU) dibantu dengan MHC (Mobile Harbour Crane). Conveyor 3 line menjadi alat distribusi utama dari dermaga ke lokasi penyimpanan yang memiliki kapasitas 400.000 ton. Kecepatan Bongkar Muat direncanakan sekitar 1500 ton/jam.
Mengapa Warnasari Dibangun?
Warnasari dibangun untuk menangani arus kargo melalui Kota Cilegon yang diproyeksikan akan semakin meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Arus kargo terus bertumbuh dari 23 juta ton pada tahun 2011, menjadi 35 juta ton di tahun 2012; dan sekitar 42 pada tahun 2016.
Propinsi banten memiliki beberapa kawasan industri yang berkonsentrasi pada pengolahan bahan makanan, pakan ternak, bahan kimia dan industri baja serta produk turunannya. Berbeda dengan kawasan Cikarang yang mayoritas kargonya dikemas dalam bentuk kontainer, kargo di Banten umumnya adalah curah kering serta curah cair.
Posisi Kota Cilegon memenuhi syarat utama sebagai pelabuhan curah karena terletak di tepi jalur pelayaran internasional Selat Sunda (ALKI I), pesisirnya memiliki kedalaman alamiah hingga 20 meter, sehingga mampu menangani kapal dengan tonase 170,000 dwt. Lalu lintas kapal yang melintas Selat Sunda mencapai 200 kapal per hari.
Untuk diketahui, volume impor empat komoditas pangan (gandum, jagung, kedelai dan gula) Indonesia terus mengalami peningkatan, rata-rata sebesar 13% per tahun. Dari total impor bahan pangan 16 Juta ton (2012), 26% dibongkar di Pelabuhan Cigading dan Ciwandan, termasuk 2,1 Juta ton kedelai yang merupakan 83% total volume impor nasional. Dengan demikian, peran pelabuhan di Cilegon sangat penting sebagai jalur logistik bahan pangan impor. Kota Cilegon adalah perpaduan yang ideal antara industri dan pelabuhan.
Pelabuhan Cigading yang selama ini menangani kargo grup sendiri (baja dan kelompok baja) dan kargo umum (seperti kedelai, jagung, bungkil, gandum, gula, gypsum, dan lain-lain). Pada tahun 2016, total kargo yang melewati Cgading sebesar 17 juta ton.
Perluasan industri baja Krakatai Steel (melalui kerjasama dengan Posco, Nippon Steel, dll) diperkirakan akan meningkatkan arus kargo kelompok baja hingga 25 juta ton per tahun. Sehingga dalam 3-5 tahun ke depan, Cigading akan diutamakan menangani kargo grup sendiri. Hal ini akan menyebabkan sekitar 8.5 juta kargo umum non baja menjadi tidak terlayani secara maksimal oleh Cigading.
Sementara terminal Indah Kiat di Merak Cilegon memiliki kapasitas terbatas dan hanya mampu melayani kapal dengan bobot maksimal 40,000 dwt. Indah Kiat juga sulit untuk dikembangkan karena keterbatasan alur perairan dan ketersediaan lahan. Di Jakarta, Tanjung Priok (terminal Kalibaru dan eksisting saat ini), ekspansinya lebih diarahkan untuk kargo kontainer sesuai dengan karakteristik industri di kawasan Cikarang dan Karawang.
Dengan demikian diperlukan sebuah terminal curah baru dengan kapasitas yang memadai, beroperasi secara efisien, efektif, dan terletak dekat dengan pusat industri. Kehadiran pelabuhan Warnasari menjawab semua kebutuhan tersebut. [AF]