Oeh: Daniel M Rosyid, PhD *)
Narasi Revolusi Industri 4.0 jelas perwujudan Habibienomics. Homo fabre mendahului homo sapiens. Melalui makership interaksi manusia dengan material di sekelilingnya, manusia menciptakan nilai tambah. Membuat perahu dari kayu. Membuat pesawat terbang dari aluminium.
Memang produksi saja tidak cukup. Barang-barang itu harus diperdagangkan justru untuk membuktikan manfaat yang dijanjikan dari sebuah karya teknologi. Perahu itu harus dipakai mengangkut kelapa melalui sungai dan laut ke pulau lain.
Persoalan muncul saat manusia hanya mau berdagang tapi tidak mau membuat barang-barang. Persoalan tambah rumit jika melibatkan uang yang nilainya berubah-ubah. Seringkali produsen barang, atau petani dan nelayan, tetap miskin sementara pedagang beras dan ikan kaya raya. Belanda kaya raya karena memperdagangkan rempah-rempah Nusantara. Singapura adalah Belanda di Asia yang memperdagangkan komoditi asal Indonesia.
China adalah raksasa yang tidak saja menjadi maker of the world, kini berusaha menjadi transporter of the world melalui “One Belt One Road”. Fenomena China adalah fenomena Habibienomics. China sedang menggusur AS sebagai maker of the world dan kini sedang terlibat perang dagang dengan AS yang semakin kehilangan basis industrinya. Gejalanya AS akan dikalahkan karena China memiliki basis sosial yang lebih kuat untuk “berpuasa”.
Indonesia harus mengambil peran makers of maritime products seperti kapal berbagai jenis dan ukuran, serta maricultural produce. Menjadi negara maritim adalah geostrategical default bagi negara kepulauan bercirikan Nusantara ini. Kita perlu mewujudkan Habibienomics namun tidak abai terhadap trade and commerce. Agar terjadi fair trade, maka price and terms of payment harus berkeadilan: satu mata uang dunia berbasis emas.
Habibienomics perlu diperkaya dengan blue economics yang dipijakkan pada teknologi konvivial : mendorong kreativitas tapi tidak memperbudak manusia. Untuk Indonesia, Habibienomics juga maritinomics. Selamat jalan pak Habibie. Husnul khotimah. **
*) Pengajar, penggiat maritim, mantan Dekan FTK-ITS, dan pendiri Rosyid College of Arts and Maritime Studies